Thursday, October 6, 2011
Stay Hungry, Stay Foolish : Warga Epistoholik Mengenang Steve Jobs
Oleh : Bambang Haryanto
Esai Epistoholica No. 119/Oktober 2011
Email : epistopress (at) gmail.com
Home : Epistoholik Indonesia
Supir truk,Walter Raleigh dan Steve Jobs.
Mereka memiliki bahasa dan aksi yang berbeda tentang cinta sejati.
Walter Raleigh (1552-1618), penjelajah dan kerabat Istana Inggris, mengatakan bahwa "true love is a durable fire, in the mind ever burning, never sick, never old, never dead". Cinta sejati adalah api abadi, selalu membara di hati, tanpa pernah sakit, uzur, atau pun mati.
Supir truk memasang slogan di bak truknya : "Aku tunggu jandamu."
Steve Jobs, pendiri perusahaan Apple Corporation., dengan aksi.
"Apple adalah kekasih tercinta Jobs ketika kuliah dan kini mereka bertemu kembali dalam pesta reuni setelah 20 tahun berpisah. Steve Jobs kini telah menikah, mempunyai anak dan hidupnya bahagia.
Ketika bertemu kembali dengan kekasihnya itu, ia lihat gadisnya telah kecanduan berat alkohol, dikelilingi konco-konco yang begundal dan preman serta menghancurkan hidupnya sendiri. Walau pun demikian, nurani Jobs menilai mantan kekasihnya itu adalah seorang gadis cantik yang pernah membuainya dengan kalimat bahwa dialah satu-satunya cintanya di dunia.
Lalu apa yang Jobs kerjakan ? Tentu saja ia tak ingin menikahinya. Tetapi dirinya tidak bisa lepas tangan begitu saja karena ia masih menyayanginya. Maka ia ajak kekasihnya itu ke panti rehabilitasi korban alkohol, membantunya untuk bergaul dengan teman-teman baru yang yang lebih baik, dan mengharap yang terbaik bagi masa depannya."
Demikianlah pelukisan dengan kias yang romantis dari Larry Ellison, CEO Oracle dan sahabat karib Jobs, mengenai hubungan emosional antara Jobs dengan Apple. Cerita itu terdapat dalam artikel "Geger Kisah Cinta Ulang Apple dan Jobs" yang dimuat di harian Media Indonesia, 11 September 1997 : 12.
Dari struk kwitansi honorarium tulisan yang ditandatangani redaktur bidang Wicaksono ("di dunia blogger Indonesia kini ia lebih dikenal sebagai nDoro Kakung”, saya memperoleh honor Rp. 166.700,00. Dipotong pajak 10 persen, Rp. 16.700,00. Honor bersih : Rp. 150.000,00.
Setelah sempat ditendang selama 12 tahun dari kursi direksi Apple, kisah cinta ulang Steve Paul Jobs dan Apple yang diteguhkan kembali di pentas MacWorld di Boston 6 Agustus 1997, akhir ceritanya ibarat dalam dongeng semata.
Apple yang didirikan oleh putra mahasiswa asal Syria yang kemudian menjadi ilmuwan politik, Abdulfattah Jandali dan Joanne Carole Schieble, tetapi diadopsi dan diasuh keluarga Paul dan Clara Jobs di Mountain View, California, kini tersohor menghasilkan produk-produk yang inovatif. Dunia pun kemudian mengenal iTunes, iPods, iPhones, MacBook Air dan lain sebagainya.
Menurut koran Inggris, The Guardian, di bawah komando Jobs yang masa mudanya pernah memadu cinta dengan penyanyi ballada Joan Baez itu, pada tahun 2000 Apple bernilai 5 milyar dollar dan kini senilai 170 milyar dollar.
Artikel ini saya tulis 7 November 2010 dengan judul Like waking up, like coming home. Hampir genap setahun, sore tadi (6/10/2011) saya memperoleh kabar dari televisi, bahwa Steve Jobs telah meninggal dunia.
Kabar itu sungguh menyedihkan, walau pun saya belum pernah memiliki komputer iMac, perangkat musik iPod, telepon canggih iPhone atau pun sabak elektronik iPad. Saya hanya mampu menghimpun beberapa pendapat dan kisah penggal-penggal kisah hidupnya. Sejak 1995 hingga kini.
Termasuk di bulan Agustus 2011 yang lalu tokoh penggerak revolusi mesin, Wael Ghonim melalui akun Twitternya berbagi informasi mengenai pidato Steve Jobs di saat dies natalis ke 114 dari Universitas Stanford, 12 Juni, 2005.
Steve Jobs membagi topik hidupnya dalam tiga subjek. “ The first story is about connecting the dots. My second story is about love and loss. My third story is about death.
Untuk topik yang terakhir ini, ia bilang bahwa ketika di umur 17 tahun ia mendapati sebuah kata mutiara : “Apabila Anda menjalani hidup Anda setiap hari seperti hari itu merupakan hari terakhir hidup Anda, suatu saat hidup Anda pasti berada dalam jalur yang benar.”
Lanjutnya : “Mengingat bahwa saya akan mati suatu saat nanti, hal itu menjadi sarana paling penting yang membantu saya dalam melakukan pilihan-pilihan besar dalam hidup saya. Sebab semua hal, seperti harapan, kebanggaan, ketakutan menanggung malu atau menderita kegagalan, semua hal itu akan rontok dihadapan kematian, dan hanya meninggalkan hal yang paling penting saja.
Ingatlah bahwa Anda akan meninggal merupakan cara terbaik yang saya yakini untuk menghindari perangkap pikiran bahwa Anda akan mengalami kekalahan. Anda sudah benar-benar telanjang. Dan tidak ada alasan lain lagi untuk mengikuti kata hati.
Hampir setahun lalu saya didiagnosa mengidap kanker. Ada tumor di pankreas saya. Saya tidak tahu apa pankreas itu. Dokter mengatakan bahwa tipe kanker ini tidak dapat disembuhkan dan peluang hdup saya hanya tinggal tiga sampai enam bulan.”
Steve Jobs kemudian menjalani operasi. Lalu ia katakan dalam orasi itu bahwa dirinya baik-baik saja. Lanjutnya : “Itu adalah momen terdekat diri saya menghadapi kematian dan saya harap sebagai momen yang terdekat yang akan saya jalani beberapa dekade mendatang. Menjalani hidup seperti itu kini saya dapat berkata kepada Anda dengan yakin bahwa kematian itu berguna sebagai sebuah konsep intelektual :
Tidak seorang pun ingin mati. Bahkan seseorang yang ingin masuk surga juga tidak ingin mati. Tetapi kematian adalah tujuan yang kita semua dapat berbagi. Tak seorang pun mampu menghindarinya. Dan itu merupakan keharusan, karena kematian nampaknya merupakan temuan terbaik dari kehidupan. Ini cara untuk menghilangkan yang tua untuk memberi jalan bagi yang baru. Saat ini yang baru adalah Anda, tetapi tidak lama lagi Anda pelan-pelan menjadi tua dan tersingkirkan. Maaf, mungkin terlalu dramatis, tetapi itulah kebenaran.”
Kepada mahasiswa Universitas Stanford, Steve Jobs memberikan petuah yang kiranya juga patut menjadi renungan kita semua. Ujarnya : “Waktu Anda terbatas, sehingga jangan menghabiskan waktu untuk menjadi budak hidup orang lain. Jangan terperangkap oleh dogma, menjalani hidup hasil pemikiran orang lain. Janganlah kegaduhan opini milik orang lain itu menenggelamkan kata hati Anda. Dan yang paling penting, milikilah keberanian untuk mengikuti suara hati dan intuisi Anda. Suatu saat mereka akan mengetahui apa yang Anda cita-citakan. Hal-hal lainnya hanyalah hal sekunder adanya.
Dalam penutup pidatonya, ia bernostalgia tentang majalah edisi terakhir The Whole Earth Catalog yang diterbitkan oleh Stewart Brand di tahun 1960-an yang menjadi inspirasi hidup Steve Jobs. “Di sampul belakang tersaji foto jalan pedesaan di waktu pagi, jalanan tempat Anda tertarik untuk menjelajahinya bila Anda memiliki jiwa petualang.
Disana tersaji kalimat berbunyi, ‘Stay Hungry. Stay Foolish.’ Itulah kalimat perpisahan majalah itu. Stay Hungry. Stay Foolish. Dan saya tetap berharap hal yang sama untuk hidup saya. Sekarang, ketika diwisuda Anda akan membuka lembaran baru hidup Anda, dan saya berharap hal yang sama juga untuk Anda.
Stay Hungry. Stay Foolish.”
Sugeng tindak, Mas Steve Jobs.
Mugi panjengengan sakpuniko tentrem ing pangayunanipun Gusti Allah.
Wonogiri, 7 Oktober 2011
Esai Epistoholica No. 119/Oktober 2011
Email : epistopress (at) gmail.com
Home : Epistoholik Indonesia
Supir truk,Walter Raleigh dan Steve Jobs.
Mereka memiliki bahasa dan aksi yang berbeda tentang cinta sejati.
Walter Raleigh (1552-1618), penjelajah dan kerabat Istana Inggris, mengatakan bahwa "true love is a durable fire, in the mind ever burning, never sick, never old, never dead". Cinta sejati adalah api abadi, selalu membara di hati, tanpa pernah sakit, uzur, atau pun mati.
Supir truk memasang slogan di bak truknya : "Aku tunggu jandamu."
Steve Jobs, pendiri perusahaan Apple Corporation., dengan aksi.
"Apple adalah kekasih tercinta Jobs ketika kuliah dan kini mereka bertemu kembali dalam pesta reuni setelah 20 tahun berpisah. Steve Jobs kini telah menikah, mempunyai anak dan hidupnya bahagia.
Ketika bertemu kembali dengan kekasihnya itu, ia lihat gadisnya telah kecanduan berat alkohol, dikelilingi konco-konco yang begundal dan preman serta menghancurkan hidupnya sendiri. Walau pun demikian, nurani Jobs menilai mantan kekasihnya itu adalah seorang gadis cantik yang pernah membuainya dengan kalimat bahwa dialah satu-satunya cintanya di dunia.
Lalu apa yang Jobs kerjakan ? Tentu saja ia tak ingin menikahinya. Tetapi dirinya tidak bisa lepas tangan begitu saja karena ia masih menyayanginya. Maka ia ajak kekasihnya itu ke panti rehabilitasi korban alkohol, membantunya untuk bergaul dengan teman-teman baru yang yang lebih baik, dan mengharap yang terbaik bagi masa depannya."
Demikianlah pelukisan dengan kias yang romantis dari Larry Ellison, CEO Oracle dan sahabat karib Jobs, mengenai hubungan emosional antara Jobs dengan Apple. Cerita itu terdapat dalam artikel "Geger Kisah Cinta Ulang Apple dan Jobs" yang dimuat di harian Media Indonesia, 11 September 1997 : 12.
Dari struk kwitansi honorarium tulisan yang ditandatangani redaktur bidang Wicaksono ("di dunia blogger Indonesia kini ia lebih dikenal sebagai nDoro Kakung”, saya memperoleh honor Rp. 166.700,00. Dipotong pajak 10 persen, Rp. 16.700,00. Honor bersih : Rp. 150.000,00.
Setelah sempat ditendang selama 12 tahun dari kursi direksi Apple, kisah cinta ulang Steve Paul Jobs dan Apple yang diteguhkan kembali di pentas MacWorld di Boston 6 Agustus 1997, akhir ceritanya ibarat dalam dongeng semata.
Apple yang didirikan oleh putra mahasiswa asal Syria yang kemudian menjadi ilmuwan politik, Abdulfattah Jandali dan Joanne Carole Schieble, tetapi diadopsi dan diasuh keluarga Paul dan Clara Jobs di Mountain View, California, kini tersohor menghasilkan produk-produk yang inovatif. Dunia pun kemudian mengenal iTunes, iPods, iPhones, MacBook Air dan lain sebagainya.
Menurut koran Inggris, The Guardian, di bawah komando Jobs yang masa mudanya pernah memadu cinta dengan penyanyi ballada Joan Baez itu, pada tahun 2000 Apple bernilai 5 milyar dollar dan kini senilai 170 milyar dollar.
Artikel ini saya tulis 7 November 2010 dengan judul Like waking up, like coming home. Hampir genap setahun, sore tadi (6/10/2011) saya memperoleh kabar dari televisi, bahwa Steve Jobs telah meninggal dunia.
Kabar itu sungguh menyedihkan, walau pun saya belum pernah memiliki komputer iMac, perangkat musik iPod, telepon canggih iPhone atau pun sabak elektronik iPad. Saya hanya mampu menghimpun beberapa pendapat dan kisah penggal-penggal kisah hidupnya. Sejak 1995 hingga kini.
Termasuk di bulan Agustus 2011 yang lalu tokoh penggerak revolusi mesin, Wael Ghonim melalui akun Twitternya berbagi informasi mengenai pidato Steve Jobs di saat dies natalis ke 114 dari Universitas Stanford, 12 Juni, 2005.
Steve Jobs membagi topik hidupnya dalam tiga subjek. “ The first story is about connecting the dots. My second story is about love and loss. My third story is about death.
Untuk topik yang terakhir ini, ia bilang bahwa ketika di umur 17 tahun ia mendapati sebuah kata mutiara : “Apabila Anda menjalani hidup Anda setiap hari seperti hari itu merupakan hari terakhir hidup Anda, suatu saat hidup Anda pasti berada dalam jalur yang benar.”
Lanjutnya : “Mengingat bahwa saya akan mati suatu saat nanti, hal itu menjadi sarana paling penting yang membantu saya dalam melakukan pilihan-pilihan besar dalam hidup saya. Sebab semua hal, seperti harapan, kebanggaan, ketakutan menanggung malu atau menderita kegagalan, semua hal itu akan rontok dihadapan kematian, dan hanya meninggalkan hal yang paling penting saja.
Ingatlah bahwa Anda akan meninggal merupakan cara terbaik yang saya yakini untuk menghindari perangkap pikiran bahwa Anda akan mengalami kekalahan. Anda sudah benar-benar telanjang. Dan tidak ada alasan lain lagi untuk mengikuti kata hati.
Hampir setahun lalu saya didiagnosa mengidap kanker. Ada tumor di pankreas saya. Saya tidak tahu apa pankreas itu. Dokter mengatakan bahwa tipe kanker ini tidak dapat disembuhkan dan peluang hdup saya hanya tinggal tiga sampai enam bulan.”
Steve Jobs kemudian menjalani operasi. Lalu ia katakan dalam orasi itu bahwa dirinya baik-baik saja. Lanjutnya : “Itu adalah momen terdekat diri saya menghadapi kematian dan saya harap sebagai momen yang terdekat yang akan saya jalani beberapa dekade mendatang. Menjalani hidup seperti itu kini saya dapat berkata kepada Anda dengan yakin bahwa kematian itu berguna sebagai sebuah konsep intelektual :
Tidak seorang pun ingin mati. Bahkan seseorang yang ingin masuk surga juga tidak ingin mati. Tetapi kematian adalah tujuan yang kita semua dapat berbagi. Tak seorang pun mampu menghindarinya. Dan itu merupakan keharusan, karena kematian nampaknya merupakan temuan terbaik dari kehidupan. Ini cara untuk menghilangkan yang tua untuk memberi jalan bagi yang baru. Saat ini yang baru adalah Anda, tetapi tidak lama lagi Anda pelan-pelan menjadi tua dan tersingkirkan. Maaf, mungkin terlalu dramatis, tetapi itulah kebenaran.”
Kepada mahasiswa Universitas Stanford, Steve Jobs memberikan petuah yang kiranya juga patut menjadi renungan kita semua. Ujarnya : “Waktu Anda terbatas, sehingga jangan menghabiskan waktu untuk menjadi budak hidup orang lain. Jangan terperangkap oleh dogma, menjalani hidup hasil pemikiran orang lain. Janganlah kegaduhan opini milik orang lain itu menenggelamkan kata hati Anda. Dan yang paling penting, milikilah keberanian untuk mengikuti suara hati dan intuisi Anda. Suatu saat mereka akan mengetahui apa yang Anda cita-citakan. Hal-hal lainnya hanyalah hal sekunder adanya.
Dalam penutup pidatonya, ia bernostalgia tentang majalah edisi terakhir The Whole Earth Catalog yang diterbitkan oleh Stewart Brand di tahun 1960-an yang menjadi inspirasi hidup Steve Jobs. “Di sampul belakang tersaji foto jalan pedesaan di waktu pagi, jalanan tempat Anda tertarik untuk menjelajahinya bila Anda memiliki jiwa petualang.
Disana tersaji kalimat berbunyi, ‘Stay Hungry. Stay Foolish.’ Itulah kalimat perpisahan majalah itu. Stay Hungry. Stay Foolish. Dan saya tetap berharap hal yang sama untuk hidup saya. Sekarang, ketika diwisuda Anda akan membuka lembaran baru hidup Anda, dan saya berharap hal yang sama juga untuk Anda.
Stay Hungry. Stay Foolish.”
Sugeng tindak, Mas Steve Jobs.
Mugi panjengengan sakpuniko tentrem ing pangayunanipun Gusti Allah.
Wonogiri, 7 Oktober 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment